HEALTHCARELAWSUIT — Jakarta – Myasthenia Gravis (MG) kerap disangka sebagai stres atau kelelahan ekstrem akibat tekanan kerja. Di tengah gaya hidup serba cepat, banyak orang menganggap rasa lelah berkepanjangan hanyalah tanda burnout. Padahal, rasa lelah tersebut bisa jadi merupakan gejala awal dari MG, penyakit autoimun serius yang menyerang sistem saraf dan otot.
Myasthenia Gravis adalah penyakit autoimun neuromuskular kronis yang ditandai dengan kelemahan otot yang bersifat fluktuatif atau hilang timbul.
Gejala umum yang sering muncul meliputi kelopak mata turun (ptosis), penglihatan ganda, suara sengau, kesulitan menelan, dan kelelahan otot yang meningkat saat beraktivitas. Gejala ini kerap disalahartikan sebagai akibat dari kelelahan biasa atau tekanan psikologis.
“Penyakit ini bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani. Salah satu komplikasi beratnya adalah krisis miastenik, yakni kondisi ketika otot pernapasan lumpuh dan pasien membutuhkan bantuan alat napas,” kata Dokter Spesialis Saraf dari RSCM, dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K), dalam diskusi media ‘Lebih dari Sekadar Lelah’ pada Sabtu, 12 Juli 2025.
Jangan Abaikan Gejala Myasthenia Gravis
dr. Ahmad Yanuar menambahkan bahwa pengobatan yang tepat dan akses terapi yang konsisten sangat penting untuk menjaga kualitas hidup pasien. “Pasien MG memerlukan pengobatan yang konsisten dan tepat agar kualitas hidup tetap optimal,” tambahnya.
Selain dr. Ahmad, Dokter Spesialis Saraf dari RS Brawijaya Saharjo, dr. Zicky Yombana, Sp.S, juga mengingatkan bahwa banyak masyarakat masih mengabaikan gejala awal MG.
“Masyarakat sering terjebak dalam ‘Jebakan Dr. Google’, mencoba mendiagnosis diri sendiri dan menunda konsultasi medis. Ini berbahaya, karena diagnosis dini adalah kunci utama mencegah komplikasi,” ujarnya.
Sebagai dokter sekaligus pasien MG, dr. Zicky menyarankan agar siapa pun yang mengalami kelemahan otot yang muncul dan hilang segera memeriksakan diri ke dokter saraf. Deteksi dini membuka peluang untuk pengobatan efektif dan mencegah krisis miastenik.
Dari sisi pasien, Annisa Kharisma dari YMGI membagikan pengalamannya. “Bagian terberatnya adalah rasa bingung. Saya sering diberi tahu bahwa saya hanya stres atau butuh tidur lebih banyak. Saya bahkan sempat meragukan diri sendiri,” ujarnya.
Annisa berharap kisahnya bisa mendorong masyarakat lebih sadar dan proaktif dalam memeriksakan diri jika mengalami gejala serupa.
Studi tentang Myasthenia Gravis
Sebuah studi yang diterbitkan di Frontiers in Neurology (Khateb & Shelly, 2025) menunjukkan bahwa tingkat kematian pada pasien MG mencapai 14 persen dalam 5 tahun dan 21 persen dalam 10 tahun sejak gejala muncul. Komplikasi paling berbahaya berasal dari krisis pernapasan yang memerlukan perawatan intensif.
Presiden Direktur Menarini Indonesia, Idham Hamzah, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menyediakan terapi berkualitas untuk pasien MG di Indonesia. “Kami ingin memastikan pasien tidak terlambat didiagnosis dan mendapatkan terapi yang tepat,” ujarnya.
MG bukan sekadar rasa lelah biasa. Jika dibiarkan, penyakit ini bisa mengancam nyawa. Kenali gejalanya, jangan tunda konsultasi, dan segera periksakan diri ke dokter saraf jika mengalami kelelahan otot yang tidak biasa.